Sekedar menambah saja untuk daftar perusahaan mobil di berbagai negara tapi kita sebagai bagian dari bangsa Indonesia patut bangga. AAI memang bukan perusahaan mobil pribadi seperti pesaing lainnya dari berbagai negara melainkan perusahaan bus gandeng ramah lingkungan khusunya busway. Bus produksi AAI dengan nama reptil purba yang berhabitat di Indonesia, Komodo, dapat dengan mudah kita temukan di jalur-jalur busway di ibukota Jakarta.
Lalu sejak kapan AAI beroperasi dan bagaimana kisah suksenya?
Tak banyak orang yang mengetahui sepak terjang PT. Asian Auto Internasional. Adalah Budy Muljadi, Direktur Produksi PT AAI, yang menjadi salah satu pemrakarsa berdirinya perakitan bus gandeng di Indonesia. PT AAI ini sejak hampir empat tahun silam memproduksi bus gandeng berlabel KOMODO.
“Awalnya dari pertemuan meja kecil saja antar
a saya dan beberapa teman. Saya dan beberapa teman berpikir, kami bisa, bangsa Indonesia mampu merakit bus gandeng,” ujar Budy sambil menerawang.
Merakit bus sendiri adalah cita-cita Budy sejak lama. Wajar, di dalam dirinya mengalir darah kreatif karoseri bus. Sebelum di AAI, tak kurang dari 15 tahun Budy berkiprah bersama keluarga besarnya di Rahayu Santosa, salah satu karoseri besar di Indonesia.
Tak puas hanya membentuk body bus, Budy banyak belajar dan berdiskusi dengan berbagai kalangan. Hingga akhirnya dia dipertemukan dengan seorang pengusaha Malaysia M. Aman. “Agak nekat juga kalo dipikir-pikir waktu itu. Kami mulai satu-satu. Dari bengkel kecil kami mengutak-atik chasis, cari mesin yang cocok sampai akhirnya nemu formula awal untuk prototype kami,” kata dia.
Jalan panjang pun ditempuh. Serangkaian tes, kegagalan, sampai akhirnya terwujud sebuah bus gandeng. Begitu bus tercipta, jalan berliku harus ditempuh. Tak cukup melengkapi perijinan. Uji kelayakan dari pihak-pihak terkait, hingga kepercayaan akan kualitas bus ini bukanlah hal yang mudah diraih. Maklum, bus gandeng hanya bisa ditemui berkeliaran bebas di jalan-jalan negeri tetangga.
Satu persatu upaya menumbuhkan kepercayaan dibangun. Prototype KOMODO dipamerkan di berbagai kesempatan. Mulai pameran di Kementerian Perindustrian, hingga sempat ‘mampir’ di halaman Istana Wakil Presiden di tahun 2007. “Wah bagus juga bus ini,” begitu Jusuf Kalla, Wakil Presiden saat itu.
Dan kepercayaan pun datang, saat PT Ekasari Lorena ikut dalam pengadaan bus TransJakarta koridor V. KOMODO yang identik dengan warisan hayati Indonesia yang mendunia ini, akhirnya beroperasi melayani warga Jakarta. Meski hanya 13 unit, perlahan namun pasti kepercayaan itu mulai didapat. Tahun 2010 PT AAI ikut pengadaan bus TransJakarta, dan 25 unit KOMODO dibuat untuk Koridor IX dan X. “Sebelumnya Empat unit juga dibeli PPD untuk TransJakarta di 2010, jadi total KOMODO yang sudah beroperasi di Jakarta ada 42 unit,” kata Budy.
Di workshopnya di Selatan Jakarta, Budy memimpin
produksi dua hingga tiga unit chasis KOMODO per minggunya. Ini tentu jauh dari kesan sebuah pabrik besar. Namun, ilmu rancang bangun bus dan semangat orang-orang yang terlibat dalam pusat perakitan ini patut menjadi panutan.
Rekayasa teknologi ini ternyata juga mereka patenkan. Bus gandeng KOMODO ini bukan yang pertama kali di Indonesia, ada INOBUS. Tetapi KOMODO adalah bus gandeng pertama yang dibuat secara massal di Indonesia. Wajar jika PT AAI mendaftarkan produknya ke Kemenhukham. “KOMODO tidak seperti bus-bus gandeng yang banyak di produksi negara lain di du
nia karena lantainya yang tinggi. Umumnya, bus gandeng berlantai berlantai rendah,” ujar Budy merendah
Hasil kerja keras PT AAI untuk melahirkan KOMODO juga diakui pemerintah. Akhir 2008 Anugerah Rintisan Teknologi Industri 2008 yang diserahkan langsung Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono untuk inovasi KOMODO. Di tengah Gerakan 100 persen CINTA Produk Indonesia, karya anak bangsa yang belakangan bergaung, KOMODO menjadi kebanggaan Indonesia dalam sejarah perkembangan industri bus dunia.
Sumber: Kaskus
Nah, Indonesia patut bangga dengan bus Komodo ini. Bus ini bertenaga mesin 340 HO dari infracore Doosan (Korea) dan dapat menghasilkan tenaga torsi sampai dengan 1.373 Nm dengan respons seketika terhadap katup atur, percepatan siaga dan kemampuan lugging pada putaran rendah.
Mesin ini digabungkan dengan sebuah transmisi otomatis DIWA. 3 Voith (Jerman) yang menghasilkan perpindahan gigi lebih halus dan dilengkapi dengan rem pelambat yang menyatu pada transmisi yang memberi efek pengereman lebih tanggap sehingga mengurangi kemungkinan timbulnya panas yang berlebihan dan keausan pada komponen.
untuk mendukung berat beban, axle ratio diset pada 6,8 yang keseluruhan menghasilkan penghematan bahan bakar dan pengurangan keausan pada komponen yang mengakibatkan turunnya biaya pembiayaan.
Bus ini sudah memenuhi standar EURO 3 dengan tingkat emisi yang rendah tanpa asap. Dilengkapi dengan sistem penyaringan ganda yang memastikan mutu bahan bakar adalah murni.
Mesin ini digabungkan dengan sebuah transmisi otomatis DIWA. 3 Voith (Jerman) yang menghasilkan perpindahan gigi lebih halus dan dilengkapi dengan rem pelambat yang menyatu pada transmisi yang memberi efek pengereman lebih tanggap sehingga mengurangi kemungkinan timbulnya panas yang berlebihan dan keausan pada komponen.
untuk mendukung berat beban, axle ratio diset pada 6,8 yang keseluruhan menghasilkan penghematan bahan bakar dan pengurangan keausan pada komponen yang mengakibatkan turunnya biaya pembiayaan.
Bus ini sudah memenuhi standar EURO 3 dengan tingkat emisi yang rendah tanpa asap. Dilengkapi dengan sistem penyaringan ganda yang memastikan mutu bahan bakar adalah murni.
Nggak ada salahnya Ane masukin AAI (Asian Auto International) kedalam daftar perusahaan mobil di berbagai negara versi ini walaupun yang diproduksi bukan mobil pribadi tapi mobil khusus angkutan alternatif yang ramah lingkungan karena bus juga termasuk mobil kan? Kita boleh ganti nama jenis nya dari "bus gandeng" jadi "bus ganteng". Keren kan? I <3 Indonesia!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar