Inilah prinsip yang mesti dipegang oleh setiap remaja muslim. Prinsip
ini mengajarkan sikap baro’ (tidak loyal) terhadap non-muslim. Namun
bukan berarti kita tidak berbuat baik pada mereka. Bentuk ihsan (berbuat
baik) berbeda dengan yang kami maksudkan. Tetap kita berbuat baik,
namun dalam hal berkaitan dengan keyakinan dan agama, tidak boleh kita
sebagai seorang muslim ada simpatik dan kasih. Ini prinsip yang mesti
terus dijaga.
Allah Ta’ala berfirman mengajarkan prinsip yang mulia ini,
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
“Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku” (QS. Al Kafirun: 6)
Ibnu Jarir Ath Thobari menjelaskan mengenai ayat ‘lakum diinukum wa liya diin’,
di mana beliau berkata, “Bagi kalian agama kalian, jangan kalian
tinggalkan selamanya karena itulah akhir hidup yang kalian pilih dan
kalian sulit melepaskannya, begitu pula kalian akan mati dalam di atas
agama tersebut. Sedangkan untukku yang kuanut. Aku pun tidak
meninggalkan agamaku selamanya. Karena sejak dahulu sudah diketahui
bahwa aku tidak akan berpindah ke agama selain itu.” (Tafsir Ath
Thobari, 24: 704)
Ibnu Hayyan dalam Tafsir Al Bahr Al Muhith menerangkan,
“Bagi kalian kesyirikan yang kalian anut, bagiku berpegang dengan
ketauhidanku. Inilah yang dinamakan tidak loyal (berlepas diri dari
orang kafir).”
Inilah prinsip yang diajarkan oleh Islam pada kita seorang muslim.
Jika Anda sebagai seorang muslim, harus memiliki prinsip ini. Karena
dengan berpegang pada prinsip ini, agamanya akan terjaga. Berbeda halnya
jika ia terlalu loyal atau menunjukkan kasih dan sayang pada
non-muslim, ini akan membuat agamanya lambat laun akan pudar.
Bagaimana bentuk tidak loyal pada non-muslim?
1- Tidak turut serta dalam perayaan non-muslim
Seorang muslim punya prinsip tidak loyal pada non-muslim. Sedangkan
sebagian orang yang berpaham liberal mengindahkan prinsip ini. Alhasil,
sikap toleransi lebih dijunjung tinggi dibanding dengan prinsip ini. Ini
jelas keliru karena toleransi ada batasnya. Bahkan bentuk mendiamkan
atau membiarkan mereka berhari raya, itu pun sudah cukup. Tidak perlu
kita sampai turut serta merayakan perayaan non-muslim, seperti Natal dan
Tahun Baru. Tidak perlu juga kita sampai menghadiri jika mendapatkan
undangan, juga termasuk mengucapkan selamat. Ini semua terlarang. Sifat
orang beriman atau sifat ibadurrahman yang disebutkan dalam surat Al
Furqon adalah,
وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا
“(Sifat ibadurrahman atau hamba beriman adalah ) orang-orang yang tidak menyaksikan perbuatan zur,
dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan
perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan
menjaga kehormatan dirinya.” (QS. Al Furqon: 72). Di antara tafsiran “tidak menghadiri perbuatan zur” adalah tidak menghadiri perayaan non-muslim.
2- Tidak tasyabbuh pada non-muslim
Yang dimaksud tasyabbuh adalah tidak meniru non-muslim dalam hal
beragama maupun penampilan yang menjadi ciri khas mereka. Di antara
bentuk tasyabbuh dalam penampilan misalnya adalah berpakaian yang
menjadi ciri khas non-muslim. Ketika ia memakai pakaian seperti itu,
maka disangka bukan Islam. Ini namanya tasyabbuh.
Bentuk tasyabbuh lainnya seperti dalam nama. Sebagian remaja ada yang
diberi nama dengan Ronaldo, Roberto, atau Carlos. Ini semua nama
non-muslim. Dan ketika ada yang bernama seperti itu disangka ia bukan
muslim. Nama seperti ini tidak dibolehkan dan termasuk tasyabbuh yang
terlarang.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka”
(HR. Ahmad dan Abu Daud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ 1: 269
mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid/bagus. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shahih sebagaimana dalam Irwa’ul Gholil no.
1269)
Sekali lagi, prinsip “lakum diinukum waliya diin” bukan
berarti mengajarkan kita untuk bersikap keras. Islam tidak mengajarkan
kekerasan. Bahkan Islam masih tetap mengajarkan berbuat baik (ihsan) pada non-muslim.
Dari Anas bin Malik –radhiyallahu ‘anhu-, ia berkata, “Dulu pernah ada seorang anak kecil Yahudi yang mengabdi pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu suatu saat ia sakit. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas menjenguknya. Beliau duduk di dekat kepalanya, lalu beliau mengatakan, “Masuklah Islam.” Kemudian anak kecil itu melihat ayahnya yang berada di sisinya. Lalu ayahnya mengatakan, “Taatilah Abal Qosim (yaitu Rasulullah) –shallallahu ‘alaihi wa sallam-”. Akhirnya anak Yahudi tersebut masuk Islam. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dari rumahnya dan berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan anak tersebut dari siksa neraka.”(HR. Bukhari no. 1356). Lihatlah bagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masih
berbuat baik pada non-muslim. Namun tujuan dia mengunjunginya adalah
mengajaknya masuk Islam, dan akhirnya ia pun masuk Islam.
Jadi semoga prinsip baro’ (tidak loyal) pada non-muslim tetap ada
pada diri kita. Dan moga Allah terus meneguhkan iman dan keyakinan kita
pada Islam.
---
Riyadh-KSA, 13 Shafar 1434 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel RemajaIslam.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar