Cinta memang pantas untuk diperjuangkan. Jadi sah-sah saja, walau
beda agama akan terus diperjuangkan, kata mereka. Padahal senyatanya
pacaran model ini buang-buang waktu, ditambah yang lebih parah adalah
berujung dosa. Karena pacaran adalah jalan menuju sesuatu yang haram
yaitu zina. Padahal kita diperintahkan tidak mendekati zina, berarti
segala wasilah menuju zina terlarang. Di samping itu dan ini lebih
berbahaya, karena pacaran beda agama jika sampai diteruskan pada jenjang
pernikahan akan berbuah pernikahan yang tidak sah.
Awalnya Karena Meyakini Semua Agama Sama
Keyakinan ini yang biasa muncul sampai mengatakan sah-sah saja nikah
atau pacara beda agama. Padahal keyakinan semacam ini adalah keyakinan
keliru yang tidak berlandaskan wahyu. Dalam Al Qur’an yang menjadi
pegangan umat Islam disebutkan,
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
“Agama yang diterima di sisi Allah hanyalah Islam” (QS. Ali Imran: 19).
Dalam ayat lain, Allah Ta’ala menyebutkan,
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali
tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat
termasuk orang-orang yang rugi” (QS. Ali Imran: 85).
Juga disebutkan dalam ayat yang menyebutkan tentang kesempurnaan Islam,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama
bagimu” (QS. Al Ma’idah: 3). Kalau dikatakan bahwa Islam itu
diridhoi dan di awal ayat disebutkan bahwa Islam itu telah sempurna,
berarti menunjukkan bahwa ajaran selain Islam tidak diterima. Jadi,
hanya Islam yang diterima di sisi Allah. Jika demikian, apakah pantas dikatakan ‘semua agama sama’, padahal Allah sendiri katakan tidak [?]
Nikah Beda Agama
Kita ulas selanjutnya mengenai status pernikahan wanita muslimah dan pria non muslim. Disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا جَاءَكُمُ
الْمُؤْمِنَاتُ مُهَاجِرَاتٍ فَامْتَحِنُوهُنَّ اللَّهُ أَعْلَمُ
بِإِيمَانِهِنَّ فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلَا تَرْجِعُوهُنَّ
إِلَى الْكُفَّارِ لَا هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu
perempuan-perempuan yang beriman, Maka hendaklah kamu uji (keimanan)
mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka. Jika kamu telah
mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman, maka janganlah kamu
kembalikan mereka (wanita mukmin) kepada (suami-suami mereka)
orang-orang kafir. Mereka (wanita mukmin) tiada halal bagi orang-orang
kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka.” (QS. Al Mumtahanah: 10)
Pendalilan dari ayat ini dapat kita lihat pada dua bagian. Bagian pertama pada ayat,
فَلَا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ
“Janganlah kamu kembalikan mereka (wanita mukmin) kepada suami mereka yang kafir”
Bagian kedua pada ayat,
لَا هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ
“Mereka (wanita mukmin) tiada halal bagi orang-orang kafir itu”
Dari dua sisi ini, sangat jelas bahwa tidak boleh wanita muslimah
menikah dengan pria non muslim (agama apa pun itu). Ibnu Katsir
mengatakan dalam kitab tafsirnya, “Ayat ini (surat Al Mumtahanah ayat 10) menunjukkan haramnya wanita muslimah menikah dengan laki-laki musyrik (non muslim)”.
Sedangkan mengenai pernikahan pria muslim dengan wanita ahli kitab
(Yahudi dan Nashrani) yang menjaga kesucian dirinya dari zina
diperbolehkan berdasarkan ayat,
الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ
الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ
وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ
أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ
“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan
(sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan
makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini)
wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang
beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang
yang diberi Al Kitab sebelum kamu.” (QS. Al Maidah: 5). Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Wanita ahli kitab (Yahudi dan Nashrani) boleh dinikahi oleh laki-laki muslim berdasarkan ayat ini.”
Kenapa untuk pria muslim dibolehkan menikah dengan wanita ahli kitab?
Karena kalau laki-laki, pastinya bisa membimbing dan tidak terbawa
arus. Sebaliknya wanita, sifatnya lemah sehingga mudah mengikuti suami
yang bisa membuatnya berpindah keyakinan. Itulah mengapa ada syari’at
demikian.
Namun perlu diperhatikan bahwa pria muslim hanya boleh menikahi
wanita ahli kitab. Adapun wanita selain ahli kitab, semisal Hindu dan
Budha, tidak dibolehkan. Dan juga yang diperbolehkan di sini bukan
maksudnya, anak-anak hasil pernikahan pria muslim dan wanita ahli kitab
bebas memilih agama nantiny. Namun tetap mengikuti agama suami (yaitu
Islam). Karena Islam itu ya’lu wa laa yu’laa, Islam itu tinggi dan tidak boleh direndahkan.
Meninjau Pacaran Beda Agama
Jika memahami penjelasan di atas, maka bagaimana dengan cara menempuh pacaran sebelum jenjang pernikahan, sebagai ajang ta’aruf
atau perkenalan? Yang jelas, jika pernikahannya dibolehkan yaitu antara
pria muslim dan wanita ahli kitab, tetap juga tidak boleh pacaran.
Apalagi jika sebaliknya, jelas sangat tidak boleh pacaran karena memang
hal itu sia-sia belaka. Jika pria non muslim dan wanita muslimah
meneruskan ke pelaminan, malah nikahnya tidak sah dan statusnya adalah
zina.
Pacaran sendiri terlarang dalam Islam. Ketika menyebutkan 10 larangan
dalam surat Al Isro’, di antara larangan yang ada adalah larangan
mendekati zina. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”(QS.
Al Isro’: 32). Ibnu Katsir berkata mengenai ayat ini, “Dalam ayat ini
Allah melarang hamba-Nya dari zina dan dari hal-hal yang mendekati zina,
yaitu segala hal yang menjadi sebab yang bisa mengantarkan pada zina.”
Dan sudah tidak diragukan lagi bahwa pacaran adalah jalan menuju
zina. Karena hati bisa tegoda dengan kata-kata cinta. Tangan bisa
berbuat nakal dengan menyentuh pasangan yang bukan miliknya yang halal.
Pandangan pun tidak bisa ditundukkan. Dan tidak sedikit yang menempuh
jalan pacaran yang terjerumus dalam zina. Makanya dapat kita katakan,
pacaran itu terlarang karena alasan-alasan ini yang tidak bisa
terbantahkan.
Tempuhlah jalan yang halal agar menemui barokah. Jalan halal cukuplah
Anda mendatangi orang tua perempuan dan tawarkan untuk nikah setelah
sebelumnya merasa pas. Jika cara ini yang ditempuh, Anda akan selamat
dari murka Allah.
Wallahu waliyyut taufiq was sadaad. Moga Allah menunjuki para remaja kita ke jalan yang lurus dan kesucian mereka moga terus terjaga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar